Thursday, 12 July 2018

Cerita Injil harian, Kamis, 12 Juli 2018 : Tidak Percuma


Tanganku terus mengikuti tali pemandu selam yang kupegang. Tak kubiarkan lepas meski tanganku hampir mati rasa karena dingin membeku. Hari ini, entah sudah berapa lama aku berada di dalam air di gua yang gelap ini. Cahaya senter di kepalaku pun hanya mampu menghadirkan bayang samar-samar terhalang air keruh yang berlumpur ini. Aku masih berenang di belakang seorang anak yang berusaha kami selamatkan. Di depan kami adalah Saman Gunam, seorang penyelam, mantan anggota Angkatan Laut Thailand yang sudah tidak aktif, namun secara sukarela ikut misi penyelamatan ini. Seorang pria yang sangat berdedikasi dalam misi ini, yang hari ini saja, entah sudah berapa kali dia menyelam di gua berair ini, memasok tabung oksigen bagi tim penyelam dan para korban. Dan aku sendiri adalah seorang penyelam profesional. Hatiku tergerak mendengar kabar tentang musibah yang menimpa 12 remaja Thailand yang terjebak di gua bawah tanah yang airnya tiba-tiba pasang. Jauh-jauh aku datang dari Indonesia, mengikuti jejak regu penolong China, Australia, dan Inggris yang lebih dahulu datang.

Merasakan beratnya misi penyelamatan yang sudah berhari-hari ini, timbul sedikit rasa penyesalan di hatiku bergabung dalam misi ini. Namun kemudian terlintas bayangan keadaan di luar gua tadi yang sangat menggugah emosiku. Aku melihat antusiasme ribuan masyarakat sekitar yang berusaha membantu misi ini dengan apa yang mereka miliki. Para petani yang merelakan sawahnya digenangi air lumpur dari pemompaan di gua ini - dengan resiko gagal panen, laundry yang menyediakan jasa gratis untuk para tim penyelamat, warung-warung makanan yang menggratiskan makan, penjual yang memberikan eskrim gratis, dan banyak lagi, yang selama hampir dua minggu ini mensuport ratusan tim penyelamat ini. Terlebih saat kuingat wajah para korban yang berhasil kami temukan keberadaannya. Mereka masih anak-anak, tak berdaya, dan hampir putus asa, yang menggantungkan harapan hidupnya pada kami. Aku tersadar. Kukuatkan hatiku.

Kurang beberapa puluh meter lagi kami akan sampai di ujung lorong air ini. Tetapi medan makin berat. Gua berair ini semakin sempit, dan menanjak ke atas untuk kami sampai ke permukaan airnya. Tubuhku sudah sangat lelah, tenagaku sudah hampir habis. Tiba-tiba kulihat Saman Gunam memberi kode, dan menyuruh anak di belakangnya melepas tabung oksigen di punggungnya. Celah ke atas ini begitu sempit, hanya selebar 40 cm, dan tidak cukup untuk lewat dengan tabung di punggung. Kemudian kulihat Saman Gunam mundur ke belakangku, dan memberi kode yang sama agar aku melepas tabung oksigenku. Memang demikianlah prosedur evakuasi yang telah kami rencanakan dan sepakati sebelumnya. Prosedurnya adalah; aku yang bertugas mendorong korban ke atas untuk mencapai permukaan air, lalu ditarik oleh tim yang sudah bersiap di atas. Sedangkan Saman Gunam bertugas mengawasi sambil membawa tabung oksigen yang telah kami lepaskan. Namun demi melihat kondisinya yang terlihat kepayahan, lebih payah dibanding diriku, dengan kode kutolak permintaannya agar aku melepas tabung. Kuminta dia yang melepas tabungnya, agar dia bisa segera naik ke permukaan lebih dahulu. Tetapi usulanku ditolaknya. Dengan kode pula, dia mengatakan bahwa dia masih kuat.

Dari bawah, aku mendorong tubuh korban ke atas, melalui celah air yang sangat sempit ini. Sangat tidak mudah. Sementara aku harus berpacu dengan waktu, nafas, dan tenagaku yang hampir habis, kurasakan kaki anak itu yang menjejak-jejak panik dan mengenai kepala dan badanku. Di sisi lain, aku tidak dapat membuat gerakan renang kakiku lebih cepat lagi karena sempitnya celah. Namun akhirnya kulihat bayangan lampu senter di atas, pertanda bahwa tim penyelamat di atas sudah dekat dan siap di ujung celah ini. Dan akhirnya korban dan juga aku, berhasil naik ke atas. Puji syukur Tuhan. Namun.., mengapa Saman Gunam belum terlihat naik juga? Firasatku langsung tidak enak mengingat kondisi terakhirnya tadi. Maka aku bermaksud untuk kembali menyelam untuk mencarinya, namun dicegah yang lain. Dua orang penyelam segera masuk ke air. Sungguh ini menit-menit yang sangat menegangkan. Kami semua terdiam. Semua membisu. Aku bahkan serasa dapat mendengar detak jantungku sendiri yang berdegup tak beraturan. Akhirnya setelah beberapa lama, nampak tubuh Saman Gunam yang terangkat, didorong dari bawah. Dan tidak.., ternyata dia sudah pergi, dia mati, dia gugur. Oh...

Peristiwa penyelamatan dramatis yang menjadi sorotan dunia itu, kini telah berakhir. Dunia sedih atas kematian Saman Gunam, sukarelawan yang gugur. Rakyat Thailand berduka, dan mengibarkan bendera setengah tiang di seluruh negeri baginya. Namun di sisi lain, semua bersyukur bahwa 12 anak anggota klub sepakbola tersebut beserta 1 pelatihnya, akhirnya dapat diselamatkan semua, setelah terjebak hampir setengah bulan di gua berair itu. Sementara aku sendiri sudah kembali ke Jakarta, ketika hari ini kubuka Alkitabku. Dan satu renungan harian yang kubaca adalah: "Berikanlah kasih, dan pelayananmu dengan cuma-cuma, karena engkau pun memperolehnya secara demikian dari Allah."
Rakyat Thailand dan para penyelamat dari berbagai negara telah memberikan kasih dan pelayanannya dengan cuma-cuma. Dan Saman Gunam telah memberikan hidupnya dengan cuma-cuma. Tetapi percayalah, bahwa semua itu tidak percuma, sama sekali tidak percuma. Sungguh, dengan ini Nama Allah dimuliakan di seluruh dunia.

----------------------------
* ....... Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. (Mat 10:8)

Selamat siang. Tuhan memberkati.

Comments
0 Comments

No comments: